Sensori dan Apraksia – Part 3

Sistem sensori sangat penting dalam kehidupan kita semua. Dan tiga sensori ini: taktil, vestibular dan proprioceptif, berpengaruh pada anak dengan apraksia.

Dengan demikian anak dengan apraksia dapat dipastikan mempunyai sistem sensori yang tidak baik. Bagaimana kita dapat memperbaiki sistem sensori pada anak-anak? Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem sensori dan salah satunya adalah dengan BERMAIN.

Dengan gaya hidup anak yang jarang atau bahkan tidak pernah bermain di taman bermain/playground atau memiliki aktivitas outdoor maupun indoor dalam keseharian mereka,  maka besar atau kecil pasti berpengaruh pada sistem sensori anak. Itu sebabnya kita melihat banyak peringatan bahwa anak jangan diberi hp/tablet atau nonton tv seharian. Ada batasan waktu anak untuk memiliki screen time yaitu waktu yang digunakan untuk bermain gadget (hp/tablet) atau menonton tv dan sejenisnya. Screen time untuk bayi di bawah 2 tahun adalah 0 (tidak dianjurkan sama sekali) sedangkan screen time maksimum untuk anak di atas 2 tahun adalah 2 jam sehari.

Beberapa contoh permainan yang baik untuk memperbaiki sistem taktil:

– Sensory bean

Kita dapat membuat sensory bean dengan menyediakan wadah (toples, wadah plastik) yang diisi dengan media kering seperti pasir, beras, kacang-kacangan seperti kacang hijau, kacang merah dan sebagainya. Anak bisa dikenalkan dengan aktivitas menyendok, menuang dahulu. Jika tidak ada tanda-tanda penolakan, dapat berlanjut ke level menyentuh, memegang media. Permainan dapat divariasi dengan menyembunyikan obyek mainan (seperti mobil, binatang) dalam media dan anak mencari obyek tersebut.

Jika anak sudah dapat beradaptasi dengan media kering, dapat diganti dengan media basah seperti air.

– Bermain dengan media seperti play dough, clay, dan finger paint.

Permainan juga dapat divariasi tidak hanya dengan tangan, tetapi bisa di wajah (face painting), atau di tangan, kaki dan seterusnya.

– Bermain fashion show

Mengadakan permainan berbusana dengan menggunakan pakaian, celana/rok, topi, sarung tangan, sandal, sepatu, boots, stocking, dan lain-lain dari bahan yang berbeda-beda. Permainan dapat dilakukan dengan seakan-akan ada acara pemotretan atau bisa juga dengan mengajak kakak/adik untuk beradu kecepatan berpakaian dan sebagainya

– Berendam, berenang atau water play

Semua permainan dengan air menciptakan pengalaman baik untuk sistem taktil. Dapat dilakukan di kolam renang, di bath tub, di bak mandi … Dan jangan lupa dengan menyediakan mainan seperti cangkir, botol, pompa air, spons dan seterusnya.

Ada banyak kegiatan/permainan lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem taktil. Untuk sistem taktil yang sehat, semakin kotor (messier) anak dapat bermain, semakin baik.

Di luar permainan, kegiatan sehari-hari seperti mandi dengan menggunakan spons, handuk kecil, sikat; memakai pelembab (baby body lotion) pada kaki dan tangan dapat juga dilakukan. Pada sesi terapi okupasi SI, kegiatan sikat pada tubuh (tangan, kaki, punggung) dilakukan untuk memperbaiki sistem taktil.

Beberapa contoh permainan yang baik untuk memperbaiki sistem vestibular:

Ada 3 hal penting untuk memperbaiki sistem vestibular, yaitu putaran (spinning/rotation/rolling), ayunan (swinging/rocking)  dan bergerak lurus linear. Karena sistem vestibular sangat ‘powerful’, maka kita harus sangat hati-hati dalam ‘mengajak’ anak untuk melakukan ‘permainan-permainan’ ini sehingga aktivitas permainan yang dilakukan bersifat aman, menyenangkan dan memperbaiki.

– Putaran (Spinning, Rotation, Rolling):

  • Ayunan dengan memakai ban (Tire swing)
  • Merry-go-rounds

Jika anak kelihatan pucat dan berkata berhenti, permainan harus dihentikan. Permainan bisa dicobakan dengan kecepatan yang lebih pelan pada kesempatan lain.

Rolling:

  • Barrels – anak dimasukkan ke barrel dan digelindingkan dengan kecepatan yang dapat diterima anak
  • Blanket roll-ups – tubuh anak dibungkus dengan selimut tebal, dan diajak untuk berguling-guling di lantai dalam satu arah

Manfaat permainan putaran:

  • Menguatkan dan meluruskan otot, terutama bagian tulang punggung
  • Meningkatkan kewaspadaan dan atensi (alertness and attention)
  • Sangat menstimulasi sistem saraf

Swinging/Rocking:

  • Ayunan

Untuk anak yang takut atau merasa tidak nyaman dengan kegiatan putaran (spinning), ayunan adalah alternatif lain. Karena ayunan adalah gerakan linear muka belakang atau kanan kiri, selain menstimulasi sistem saraf, juga membuat anak tenang. Efek paling jelas terlihat pada bayi yang mudah terlelap ketika digendong oleh ibunya yang bergerak kanan kiri atau muka belakang.

Manfaat dari ayunan:

  • Menstimulasi sistem saraf level menengah
  • Memperbaiki atensi
  • Memfasilitasi efek ketenangan (calming effect)

Gerakan lurus linear

  • naik sepeda
  • main ski, scooter, skate board
  • trampoline
  • slides

Manfaat dari gerakan lurus linear:

  • energy boost untuk sistem saraf
  • mengatur otak secara general

Gerakan lurus linear seperti naik sepeda, naik mobil, … membuat efek tenang pada sistem vestibular, terbukti bayi lebih mudah tertidur di mobil.

Permainan yang baik untuk memperbaiki sistem proprioceptif:

Semua kegiatan permainan yang melibatkan dua hal ini akan memperbaiki sistem proprioceptive, yaitu: 1. menarik dan mendorong, 2. melenturkan dan merenggangkan joint otot (compressed together or stretched apart)

  • Membawa, mengangkat barang yang berat sesuai umur
  • Menarik atau mendorong barang yang berat sesuai umur. Mendorong tembok juga dapat dilakukan
  • Merangkak, dapat dibuat bervariasi dengan cara merangkak seperti bayi, tentara, …
  • Berjalan dengan tangan, sedangkan pinggul-kaki ditahan oleh orang dewasa
  • Push up

Sensori dan Apraksia – Part 2

Taktil, vestibular, proprioceptif berkaitan erat dengan apraksia.

Taktil. Dengan taktil yang baik, seorang anak dapat mengeksplorasi dunia sekitarnya dengan bebas. Dia tidak akan takut berjalan di atas pasir ketika menyusuri pantai, dia tidak akan merasa tersiksa ketika dia melukis dengan jarinya (finger paint), dan dia tidak akan merasa seperti dunia akan berakhir ketika dia memakai pakaian renang yang ketat. Dengan taktil yang baik, anak tidak takut bergerak dan bereksplorasi.

Tetapi ketika anak tidak merasa nyaman dengan kulitnya sendiri, dia akan bergerak dengan tidak bebas, takut memegang tali ayunan, tidak nyaman memegang pegangan monkey bar dan sebagainya. Hal ini menyebabkan anak kemungkinan besar mempunyai sedikit aktivitas dan mengakibatkan anak mempunyai sedikit pengalaman dalam motor planning (perencanaan pergerakan).

Vestibular. Disfungsi dari vestibular yang dimiliki seorang anak membuatnya tidak dapat memproses sensori yang masuk melalui telinga dalam dengan efisien. Anak akan mempunyai masalah di dalam memproses informasi tentang gravitasi, kesetimbangan dan gerak. Salah satu ciri yang mungkin terjadi ketika anak mempunyai vestibular yang tidak baik adalah anak akan mengalami kesulitan di dalam mempelajari gerakan-gerakan baru. Contohnya, anak mungkin bisa melangkah memasuki mobil, tetapi mempunyai kesulitan ketika melangkah memasuki bak mandi (bathtub). Dia tidak dapat menggeneralisasi gerakan yang dia sudah bisa dan mengaplikasikannya ke gerakan baru yang hanya berbeda sedikit. Dia mempunyai masalah dengan motor planning.

Proprioceptif (Proprioceptive). Proprioceptif memberitahu kita tentang gerak dan posisi tubuh kita (body awareness), seperti misalnya: bagaimana posisi tubuh kita, apakah tangan kita lurus atau bengkok di samping tubuh, seberapa cepat kaki kita bergerak, seberapa besar tekanan otot kita ketika kita mendorong pintu, seberapa besar tekanan jari-jari kita ketika memegang pensil dan menulis, dan sebagainya. Informasi dari propriopceptif yang didapat dan diproses oleh otak sangat penting bagi kita untuk melakukan gerakan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari (gerakan refleks). Dan tentu saja akan mempengaruhi motor planning.

Apraksia secara lateral berarti ‘tanpa perencanaan pergerakan’ atau ‘tanpa perencanaan motorik’, ketiadaan motor planning. Oleh karena itu, taktil, vestibular dan proprioceptif berkaitan erat dengan apraksia karena mereka mempengaruhi motor planning, sedangkan apraksia adalah masalah motor planning.

Jean Ayres, OTR, PhD adalah orang pertama yang mengidentifikasi tentang gangguan sensorimotor integrasi (sensorimotor integration disorder). Pada jurnal-jurnal ilmiah yang ditulis oleh beliau pada tahun 1965-1980 (Ya ampun …sudah lama banget ternyata!), beliau berpendapat bahwa anak-anak dengan apraksia mempunyai kesulitan di dalam mengorganisasi informasi sensori, terutama pada ketiga area: taktil, vestibular dan proprioceptif. Beliau berkata bahwa ketika anak dengan apraksia bergerak, anak akan mempunyai kesulitan ‘membaca’ gerak-geraknya, sehingga anak mengalami kesulitan mengembangkan ‘map’ tubuh yang sesuai dari gerakannya. Setiap kali anak bergerak (berbicara), dia menyimpan memori tentang gerak yang terbatas, salah, tidak komplit, tidak teratur dan menyebabkan gerakan yang demikian juga pada kesempatan berikutnya.

Anak dengan apraxia tahu apa yang ingin ia katakan, tapi dia tidak bisa membuat anggota tubuhnya untuk melakukannya . Dia memiliki kesulitan dalam membuat rencana untuk gerakan wicaranya. Masalahnya seakan-akan ada pada ekspresinya, tetapi masalah sebenarnya adalah pada persepsinya. Masalah persepsi yang menyebabkan masalah dalam ekspresinya. Masalah dalam mengorganisir informasi taktil, vestibular, dan proprioseptif yang masuk menyebabkan dia mengalami kesulitan di dalam merencanakan bagaimana dia akan berbicara . Oleh karena itu ia memilih untuk tidak berbicara, atau berbicara sangat sedikit, atau ia berbicara dengan pola kesalahan fonologi yang parah karena dia tidak bisa mendapatkan sistem gerakan wicaranya untuk bekerja sama dengan apa yang perlu dilakukan.

Ucapan Ayres yang terkenal adalah bahwa setiap kali anak dengan apraksia bergerak, seolah-olah dia bergerak untuk pertama kalinya, selalu. “….. that each time the apraxic child moves, it is as if he is moving for the first time, every time.” Para terapis mengamati hal yang sama pada anak-anak dengan apraksia tentang inkonsistensi ini dalam wicara mereka. Seorang anak dengan apraxia yang parah dapat mengucapkan kata dengan artikulasi sempurna dalam satu menit, dan kemudian tidak dapat melakukannya lagi pada menit berikutnya. Atau, anak bisa melakukan artikulasi dengan sangat baik pada satu minggu dan kemudian tampak benar-benar baru mempelajari hal itu pada minggu berikutnya. Kemampuan menggeneralisasi mereka sangat minim dan sangat lambat di dalam mempelajari artikulasi baru. Situasi frustasi kadang tidak terhindarkan terutama karena anak-anak ini bukan anak-anak yang bodoh.

Selain  dengan apraksia, Ayres dalam penelitiannya juga menemukan adanya hubungan antara sensori dengan perkembangan bahasa dan kognitif, juga antara vestibular dan auditori dengan kemampuan bahasa (language delay/disorder).

Dengan demikian, semakin jelaslah mengapa pemeriksaan telinga dalam (inner ear) adalah langkah awal yang dilakukan pada anak yang terlambat bicara. Ini menjawab juga mengapa ada hipoterapi, terapi naik kuda sebagai terapi wicara. Menjawab juga mengapa anak yang memerlukan terapi wicara juga memerlukan terapi okupasi. Dan mungkin juga terapi sensori integrasi baik dilakukan untuk anak dengan apraksia.

Dengan kondisi sensori yang lebih baik, anak akan mempunyai kemampuan berbicara lebih baik.

Sensori dan Apraksia – Part 1

Akhir-akhir ini saya menemukan bahwa ada hubungan antara sensori dan apraksia. Sebelum saya menerangkan hubungannya, saya akan sesederhana mungkin menjelaskan tentang sensori.

Sensori, atau yang dimasud dengan sistem sensori adalah bagian dari sistem saraf yang bertanggung jawab untuk memproses informasi sensori (rangsangan).

Sedangkan proses sensori atau yang biasa disebut sensori integrasi adalah suatu prosedur sistem saraf untuk mengorganisasi semua informasi yang kita terima dari tubuh kita maupun dunia sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Proses sensori merupakan cara sistem saraf menerima pesan dari setiap rangsangan dan mengubahnya menjadi respon, baik respon motor maupun respon sikap. Dan otak merupakan mesin utama dari proses sensori ini.

Proses sensori melibatkan proses menerima, mendeteksi, mengintegrasi, modulasi, diskriminasi, respon tubuh dan praksis (motor planning), dimana proses-proses ini terjadi secara simultan.

Ketika ada rangsangan yang masuk pada indera kita (sensory input), maka rangsangan tersebut akan diubah menjadi pesan dan dikirimkan ke otak yang akan memprosesnya dan kemudian otak akan mengeluarkan pesan kepada tubuh sebagai respon (motor output).

Sensori

Ketika ada bagian dari sistem saraf atau otak yang ‘terganggu’, maka hal ini mencegah otak mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menginterprestasikan informasi sensori yang masuk secara benar, sehingga akibatnya, otak memproses dan memberikan respon yang tidak benar. Kondisi seperti ini disebut gangguan proses sensori atau SPD (Sensory Processing Disorder), atau yang dulu biasanya disebut sebagai disfungsi sensori integrasi atau SID (Sensory Integration Dysfunction).

SPD penting dikenal karena anak dengan apraksia mungkin mengalaminya juga. Tetapi saya tidak akan membahas hal ini lebih lanjut karena post kali ini tentang sensori dan apraksia.

Seperti yang kita lihat pada gambar, sensori input terdiri dari 7 indera (manusia mempunyai lebih dari 7 indera), yaitu: visual, auditori, olfaktori, gustatori, taktil, vestibular dan proprioceptif. Kelima indera pertama (visual, auditori, olfaktori, gustatori, taktil) adalah panca indera yang kita kenal, yang rangsangannya berasal dari luar tubuh. Sedangkan kedua indera terakhir (vestibular dan proprioceptif) adalah indera internal yang jarang disebut, yang selalu bersama kita tetapi keberadaannya tidak kita sadari. Ketiga indera yang terakhirlah yang mempunyai relasi dengan apraksia.

Taktil (Tactile), the sense of touch, adalah indera yang memberikan informasi yang berhubungan dengan sentuhan, yang kita dapatkan dari seluruh permukaan kulit.

Vestibular, the sense of balance and movement, adalah indera yang memberikan informasi tentang posisi kepala kita di dalam hubungannya dengan permukaan bumi, tentang gerak tubuh kita, dan kesetimbangan. Informasi rangsangan didapat dari telinga bagian dalam.

Proprioceptif (Proprioceptive), the sense of position, adalah indera yang memberikan informasi tentang posisi tubuh dan gerak yang dilakukan oleh bagian tubuh. Informasi didapatkan dari pergerakan otot-otot tubuh.