Ruang Konsultasi

Ada satu tempat yang selalu berhasil membuat hancur hati saya. Tempat dimana saya mendapat hasil diagnosa, mendapat hasil reevaluasi-reevaluasi Jr selama ini. Tempat dimana seakan-akan saya mendapatkan vonis berat.
Ruang konsultasi klinik.

Dan hari ini saya berada di ruangan itu lagi. Dan untuk kesekian kalinya, tempat itu berhasil membuat hati saya hancur, membuat saya menahan air mata yang sudah mengintip-intip.

Tetapi ketenangan harus saya jaga. Saya berusaha menahan diri untuk bertanya dengan sopan, berbicara dengan logis sehingga konsultasi ini berjalan dengan baik dan saya mendapatkan arahan/info yang benar.

Meskipun hati dan pikiran sudah kemana-mana, tidak beraturan.
Meskipun ini bukan pertama kalinya mendengar berita tidak enak,
Tapi kok…..

Si ahli dengan gaya yang sangat biasa cuman menyatakan bahwa hasil reevaluasi Jr konsisten. Yang berarti bahwa hasil diagnosa sebelumnya benar. Yang berarti bahwa Jr mengalami language impairment (expressive language disorder). Yang berarti bahwa Jr akan mengalami kesulitan akademik di sekolah. Yang berarti bahwa Jr akan mempunyai masalah dalam sosial komunikasinya (social behaviour). Yang berarti, ini akan melekat terus pada Jr…

Tuhan, mengapa Jr kok begini. Mengapa Tuhan tidak membuat Jr normal seperti anak lainnya. Kalau semua butuh proses dan akhirnya bisa normal, saya masih ok. Tetapi ini, dengan proses yang panjang lebar pun, kelemahan/disorder ini akan terus melekat pada Jr…

Saya bergumul demikian bukan karena saya tidak mau bersusah-susah bagi Jr, tetapi hati saya sakit melihat, membayangkan, merasakan betapa sulitnya Jr. Proses yang harus diperjuangkan untuk berbicara, untuk mengungkapkan apa yang dirasakan, yang dipikirkan; yang bagi kita itu proses otomatis, proses tanpa susah payah. Tapi bagi Jr?

…..

Malam tiba. Saya lebih tenang. Saya mulai flash back ke belakang. Saya flash back ke dua tahun yang lalu dimana Jr hanya bisa mengucapkan beberapa kata dan melihat banyaknya kata-kata yang bisa dia ucapkan sekarang. Oooo. I’m a proud mommy!

Saya bersyukur Tuhan telah menolong kami selama ini. Saya percaya Tuhan akan tetap menolong anak-anakNya. Kelemahan mungkin tetap melekat pada Jr sampai dia besar tetapi tangan kuasa Tuhan akan selalu menolongnya.
God bless you and keep you, my dear son🙏

Label? Special needs child? ABK?

Waktu awal-awal Jr mendapat diagnosa apraksia, saya tidak berpikir bahwa Jr akan masuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus (ABK). Baru beberapa bulan ini saya sadar!

Mungkin saya terlalu kuatir dengan kondisi Jr yang masih tidak bisa bicara, sibuk dengan browsing, membaca, … Kemudian sibuk mencari tahu bagaimana mempercepat dia berbicara dan berkomunikasi, sibuk mengantar ke tempat terapi, sibuk melatih dia di rumah dan sibuk lainnya sebagai ibu rumah tangga…

Mungkin juga saya terlalu sibuk sendiri…

Saya hampir tidak pernah membicarakan kondisi Jr kepada orang lain. Saya hanya memberitahu kondisi Jr kepada keluarga dekat, guru di sekolahnya dan beberapa teman dekat.

Kadang saya juga bingung mau bilang/cerita atau tidak ketika ada acara main bersama atau acara berkumpul bersama. Cerita juga tidak ada manfaatnya baik bagiku maupun baginya pikir saya. Malah saya harus panjang lebar menjelaskan tentang apraksia itu apa tanpa mereka tertarik untuk mengetahuinya.

Saya hampir selalu mendapatkan komentar ‘Anaknya aktif ya. Ngga bisa diam. Di rumah juga begitu? Apa anak laki-laki kebanyakan begitu ya?’. Atau, kalau bukan komentar begitu, saya mendapatkan pandangan mata yang saya asumsikan sendiri ‘Anaknya agak aneh ya’.

Kok bisa tiba-tiba sadar? Saya sadarnya secara perlahan-lahan. Saya selalu berada di antara dua pemikiran: mau memberitahu orang lain atau tidak perlu. Saya tidak mau memberitahu karena saya tidak mau Jr diperlakukan spesial (bukan karena saya malu mempunyai anak dengan kekurangan). Tapi kadang dalam situasi tertentu, Jr membutuhkan perlakuan spesial tertentu itu. Jadi di antara ‘Jr jangan diperlakukan spesial’ vs ‘Jr butuh diperlakukan spesial’. Kata yang saya gunakan adalah ‘spesial’. Apakah Jr anak yang spesial? Dari self-talk ini saya menyadari bahwa kata ‘spesial’ yang saya pakai berhubungan dengan kebutuhannya. Need. Special Needs. Berkebutuhan khusus. Jadi benar orang yang membuat label nama ‘anak berkebutuhan khusus’, mereka adalah memang anak-anak yang membutuhkan perlakuan khusus.

Tidak lama setelah saya ‘sadar’, saya ditanyai oleh admin suatu sekolah (ketika beberapa bulan lalu saya lagi hunting sekolah buat SD Jr), apakah anak saya berkebutuhan khusus? Saya bilang secara spontan, ‘Anak saya cuman punya apraksia tetapi sudah bicara’. Spontanitas saya ini mengungkapkan bahwa saya masih belum bersedia memberi label Jr anak berkebutuhan khusus.

Apakah label ini penting? Apakah label ‘anak berkebutuhan khusus’ perlu diberikan kepada Jr? Saya masih bimbang. Saya masih tidak mau Jr diperlakukan khusus, tapi dalam perspektif lain, Jr butuh diperlakukan spesial, diperlakukan berbeda dengan teman-temannya atau anak seumuran dia. Saya benar-benar masih tidak tahu bagaimana …….

Mungkin saya harus browsing keuntungan/kerugian, dan dampak dari sebuah label/sebutan.

Tempat Terapi

Selama saya hidup, saya tidak pernah tahu tempat terapi itu seperti apa. Saya pernah ke rumah sakit, rumah duka, tempat panti asuhan, panti jompo… Tetapi tempat terapi adalah salah satu tempat yang berhasil menyesakkan dada saya ketika saya berada di sana.

Waktu pertama kali menjejakkan kaki saya ke tempat terapi, untuk mencari satu buat Jr, saya baru menyadari betapa heart broken nya saya. Ada anak yang duduk diam saja, ada anak yang lagi tantrum, menangis dengan loncat-loncat di tempat, ada anak sekitar 3 tahun, yang berjalan terpincang-pincang dengan tangan yang terlipat, seperti orang tua yang kena stroke! Ada anak yang agak besaran, tidak bisa bicara, terdengar mengaing-ngaing dan tidak bisa berjalan, hanya merangkak. Sungguh bukan sesuatu yang lucu kalau melihat anak sekitar umur 8 tahun merangkak… Ya Tuhan, kasihanilah mereka…. Kasihanilah kami…

Sekali, dua kali, setelah berminggu-minggu berada di tempat terapi, saya merasa benci! I hate this place! I hate to come to this place! Saya merasa kasihan dengan anak-anak ini. I love children very much… Tetapi melihat anak-anak dengan kondisi seperti itu hati saya tidak enak!

Tetapi sungguh, tidak ada yang bisa saya lakukan … Saya merasa prihatin, juga terhadap orang tua mereka …. Saya baru menyadari betapa berat hidup mereka, hidup orang tua dengan anak berkebutuhan khusus ….

Ketika saya menunggu Jr terapi, saya menghabiskan waktu dengan membaca tentang apraksia. Saya melihat para orang tua, suster-suster di ruang tunggu sibuk dengan gadget mereka masing-masing. Tetapi saya mulai sadar, mengapa kita tidak meringankan beban satu sama lain…dengan ngobrol misalnya. At least, itu sesuatu yang bisa saya lakukan di tempat ini.

Saya mulai memberanikan diri mengajak bicara seorang mama yang duduk di sebelah saya. Kita sama-sama menunggu anak-anak kita yang sedang terapi di ruang tunggu. Berbicara dengan mereka membuat hati saya agak terbuka, agak lega, tidak sesesak waktu awak-awal dulu. Setiap kali saya menunggu, saya akan berusaha dan menyempatkan diri untuk mengajak bicara dan mendengarkan mereka bicara. Setelah beberapa waktu, saya merasa sudah bisa menerima tempat terapi😉. Sampai ada yang berkata kepada saya apakah saya kenal semua orang tua di sini 😀