Waktu awal-awal Jr mendapat diagnosa apraksia, saya tidak berpikir bahwa Jr akan masuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus (ABK). Baru beberapa bulan ini saya sadar!
Mungkin saya terlalu kuatir dengan kondisi Jr yang masih tidak bisa bicara, sibuk dengan browsing, membaca, … Kemudian sibuk mencari tahu bagaimana mempercepat dia berbicara dan berkomunikasi, sibuk mengantar ke tempat terapi, sibuk melatih dia di rumah dan sibuk lainnya sebagai ibu rumah tangga…
Mungkin juga saya terlalu sibuk sendiri…
Saya hampir tidak pernah membicarakan kondisi Jr kepada orang lain. Saya hanya memberitahu kondisi Jr kepada keluarga dekat, guru di sekolahnya dan beberapa teman dekat.
Kadang saya juga bingung mau bilang/cerita atau tidak ketika ada acara main bersama atau acara berkumpul bersama. Cerita juga tidak ada manfaatnya baik bagiku maupun baginya pikir saya. Malah saya harus panjang lebar menjelaskan tentang apraksia itu apa tanpa mereka tertarik untuk mengetahuinya.
Saya hampir selalu mendapatkan komentar ‘Anaknya aktif ya. Ngga bisa diam. Di rumah juga begitu? Apa anak laki-laki kebanyakan begitu ya?’. Atau, kalau bukan komentar begitu, saya mendapatkan pandangan mata yang saya asumsikan sendiri ‘Anaknya agak aneh ya’.
Kok bisa tiba-tiba sadar? Saya sadarnya secara perlahan-lahan. Saya selalu berada di antara dua pemikiran: mau memberitahu orang lain atau tidak perlu. Saya tidak mau memberitahu karena saya tidak mau Jr diperlakukan spesial (bukan karena saya malu mempunyai anak dengan kekurangan). Tapi kadang dalam situasi tertentu, Jr membutuhkan perlakuan spesial tertentu itu. Jadi di antara ‘Jr jangan diperlakukan spesial’ vs ‘Jr butuh diperlakukan spesial’. Kata yang saya gunakan adalah ‘spesial’. Apakah Jr anak yang spesial? Dari self-talk ini saya menyadari bahwa kata ‘spesial’ yang saya pakai berhubungan dengan kebutuhannya. Need. Special Needs. Berkebutuhan khusus. Jadi benar orang yang membuat label nama ‘anak berkebutuhan khusus’, mereka adalah memang anak-anak yang membutuhkan perlakuan khusus.
Tidak lama setelah saya ‘sadar’, saya ditanyai oleh admin suatu sekolah (ketika beberapa bulan lalu saya lagi hunting sekolah buat SD Jr), apakah anak saya berkebutuhan khusus? Saya bilang secara spontan, ‘Anak saya cuman punya apraksia tetapi sudah bicara’. Spontanitas saya ini mengungkapkan bahwa saya masih belum bersedia memberi label Jr anak berkebutuhan khusus.
Apakah label ini penting? Apakah label ‘anak berkebutuhan khusus’ perlu diberikan kepada Jr? Saya masih bimbang. Saya masih tidak mau Jr diperlakukan khusus, tapi dalam perspektif lain, Jr butuh diperlakukan spesial, diperlakukan berbeda dengan teman-temannya atau anak seumuran dia. Saya benar-benar masih tidak tahu bagaimana …….
Mungkin saya harus browsing keuntungan/kerugian, dan dampak dari sebuah label/sebutan.