Minggu-minggu Pertama Setelah Diagnosa

Di dalam ketidakpastian mengenai apraksia, saya mengetahui satu hal yang pasti yaitu Jr harus mengikuti terapi wicara sesegera mungkin. Jika diagnosanya salah, terapi wicara pasti akan berguna bagi Jr. Jika diagnosanya benar, apalagi!

Jr mengikuti terapi seminggu setelah diagnosa. Kami bersyukur bahwa Jr sangat antusias dan kooperatif selama terapi. Mungkin dia berpikir, “Akhirnya, ada yang mengajari saya untuk berbicara! Selama ini saya tidak tahu bagaimana cara berbicara seperti yang lain”.

Terapi demi terapi berlalu, latihan demi latihan Jr ikuti, baik di tempat terapi maupun di rumah. Tetapi selama sekitar tiga minggu pertama ini, hasilnya bisa dibilang 0.
Saya sangat sedih. Sedih karena merasa terapi tidak membantu (atau belum terlihat hasilnya). Sedih karena saya juga merasa bagaimana saya bisa melatih Jr di rumah karena sebelum terapi pun saya telah ‘melatih’ Jr tapi Jr tetap tidak bisa bicara semestinya.

Sabar, tegur saya kepada diri saya sendiri. Memang pikirmu apraksia itu sekedar telat bicara?
Emosi, hati dan pikiran saya up and down selama minggu-minggu ini… Dan tiga hal ini menemani saya ‘Bersukacitalah dalam pengharapan. Sabarlah dalam kesesakan. Bertekunlah dalam doa.’

 

Diagnosa dan Pertanyaan

Ketika mendengar diagnosa bahwa Jr mempunyai apraksia dan mendengarkan penjelasan mereka yang jelas, membuat saya merasa tidak jelas sama sekali.

Di hati dan pikiran saya bermunculan pertanyaan-pertanyaan… Apakah benar Jr mempunyai apraksia? Apa mereka tidak salah melakukan diagnosa? Apakah Jr bisa sembuh? Dapat darimana ini apraksia?

Apakah terapi wicara satu-satunya cara? Tidak mungkinkah Jr bisa bicara-bicara sendiri kalau sudah waktunya? Bagaimana model terapinya? Apakah sama dengan terapi wicara pada umumnya? Apakah mereka tahu benar cara memberikan terapi yang baik dan benar? Apakah mereka sudah mempunyai terapis buat anak apraksia? Apakah mereka juga mempunyai ‘pasien’ anak dengan apraksia dan sukses membantunya? Apakah harus survei tempat-tempat terapi yang ada? Saya dengar sebelumnya ada yang dipijat, ada yang dilaser, dan ini itu… Apakah Jr juga harus menjalaninya?

Kalau sudah mengikuti terapi, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melihat adanya perubahan/bisa tidaknya dia mengucapkan suku kata atau kata yang diajarkan? Berapa lama Jr harus diterapi? Apakah dengan terapi, berapapun lamanya, Jr bisa berbicara dengan normal ketika besar?

Apakah di Indonesia ini, atau bahkan di dunia terdapat banyak anak yang mempunyai apraksia? Siapa di Indonesia atau di dunia ini yang mempunyai apraksia dan sekarang baik-baik saja? Masih banyak lagi pertanyaan, ketidakjelasan yang ada di hati dan pikiran saya dalam perjalanan pulang.

BERDOA, jangan lupa kata saya …

Dan saya lupa juga kalau ada internet, ada google yang selama ini adalah sumber pencarian apapun.

Setelah sadar, saya cari dan cari dan cari…
Saya baca dan baca dan baca…
Berminggu-minggu saya mencari tahu…

Saya bersyukur sekali pada Tuhan bahwa sudah ada internet dan tentu saja FACEBOOK pada zaman ini. Saya tidak pernah membutuhkannya se-urgent sekarang.

Awalnya…

Website ini diawali karena Jr…

Jr adalah seorang anak yang sangat cerewet. Dia suka berbicara, mengarang cerita sendiri saat bermain dengan mainan kereta api Thomas kesukaannya, berkomunikasi dengan helikopter Harold nya. Tetapi semua bicaranya tidak dapat dimengerti. Seperti ocehan bayi, demikian juga ocehan Jr.

Pada waktu Jr berumur sekitar 3 tahun, untuk memastikan Jr baik-baik saja, untuk memastikan hanya sekedar telat bicara, saya memeriksakannya ke seorang ahli terapis wicara. Beliau memeriksa leher, mulut, rahang, lidah dsb dan mengatakan kalau kondisi Jr baik, tidak usah terlalu kuatir. Beliau menganjurkan untuk menyekolahkan Jr agar mendapatkan lingkungan yang lebih kondusif untuk berbicara dengan teman-temannya. Jr tidak memerlukan terapi.

Setelah Jr sekolah, tampak bahwa Jr lebih banyak mengoceh dan menyanyi. Tetapi tetap saja tidak dimengerti, meskipun selalu ada tambahan bunyi baru.
Dan setiap ada tambahan bunyi yang dia ocehkan, saya selalu berpikir … tidak lama lagi, Jr pasti bicara …

Bulan demi bulan berlalu, sampai suatu momen saya sadar kalau ocehan Jr itu konsisten. Maksud saya, dia itu berbahasa tapi cuman dia sendiri yang mengertinya. Bukan asal mengoceh. Saya juga mengamati bahwa semua ocehannya mengandung semua vokal a i u e o, tetapi sedikit konsonan (b, d, g, k, p, w, y).

Setelah mencari berbagai informasi tentang terapis wicara, psikolog, psikiater, akhirnya saya memeriksakan Jr ke klinik perkembangan anak. Di klinik ini ada 2 dokter spesialis rehabilitasi medik dan seorang ahli patologi wicara yang memeriksa Jr dan mendiagnosanya dengan apraksia.

Jr berumur 4 tahun pada saat dia mendapat diagnosa apraksia.