Terapi Wicara dengan Metode Visual/Tactile Cues

Anak dengan apraksia membutuhkan terapi wicara dengan pendekatan multisensori, yaitu anak dapat melihat, mendengar dan merasakan suara (speech) yang akan diucapkan. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menerapi anak dengan apraksia yang bisa dilihat di link ini, dan salah satunya adalah dengan cara Prompts-Cue/Touch-Cue Method (Visual/Tactile Cues).

Saya akan membagikan sedikit seperti apa sih metode ini… sehingga, mommy-daddy mempunyai bayangan terapi wicara untuk anak dengan apraksia itu seperti apa…

Prompts-Cue yang dimaksud adalah gestural prompts (hand cues atau visual cues),yang merupakan gerakan tangan yang dilakukan oleh terapis untuk membantu anak mengeluarkan suara yang diinginkan (ditargetkan). Cara ini juga memperlihatkan gerakan visual yang diperlukan oleh anak sehingga memungkinkan anak menghasilkan suara yang diinginkan. Sedangkan dengan Touch-Cue (tactile cues), terapis menggunakan jari-jari tangannya untuk menyentuh bagian wajah dan leher untuk membantu anak merasakan bagaimana setiap suara dapat dihasilkan dengan benar. Kedua cara ini dilakukan secara simultan bersamaan dengan suara yang ia dengar dari mulut terapis. Sehingga dengan demikitan, anak melihat, mendengar dan merasakan bagaimana setiap suara diucapkan.

Cara visual/tactile cues ini juga yang digunakan pada Jr.

Di bawah ini ada beberapa contoh visual/tactile cues, yang kemungkinan besar berbeda dari terapis anak Anda, karena memang ada beberapa cara untuk mengucapkan satu suara. Maaf, saya tidak menerjemahkan bagian ini…

  • /p/ /b/  : touch the lower lip with your index finger. Remove your finger as you say the sound
  • /t/ /d/   : touch lightly above the upper lip with your index finger. Remove your finger as you say the sound
  • /n/ /m/  : place your index finger alongside the nose for the feeling of nasality

Dengan melihat daftar contoh di atas, saya benar-benar menyadari bahwa anak saya membutuhkan terapis wicara 😀

Gambaran yang lebih jelas bagaimana terapi wicara dengan cara visual/tactile cues dapat dilihat pada clip ini. Perlu diingat bahwa kondisi terapi sesungguhnya tidak seperti di clip ini karena kondisi bermain tetap harus mewarnai setiap sesi terapi anak.

Setelah 3 Minggu Pertama Terapi

Apakah yang terjadi setelah 3 minggu pertama terapi?

Setelah 3 minggu pertama yang membuat saya up and down, Jr mulai mengartikulasikan setiap kata yang diajarkan kepadanya dengan baik sekali!

Saya tidak tahu dengan benar bagaimana proses itu terjadi. Tapi nampaknya dia mulai mengerti CARA melafalkan setiap konsonan, mengucapkan setiap kata/suku kata yang diajarkan.

Dalam satu bagian terapi yang berbentuk drilling, Jr diberikan satu kertas yang berisi gambar dan kata yang menerangkan gambar yang bersangkutan. Setiap kertas berisi 12 gambar/kata yang berbeda. Setelah Jr diajar untuk mengucapkannya, Jr harus mengucapkan kata yang sama sebanyak 5 kali. Jr dianggap bisa dan lulus jika dia mengucapkan dengan akurasi 80% dan kertas dengan daftar kata yang lain akan diberikan. Kata-kata yang dilatih ini mempunyai struktur.

Setelah 3 minggu itu, setiap kali terapi, Jr diberikan 2-3 kertas. Dan setelah 4 bulan terapi, Jr menyelesaikan 900 kata yang terdiri dari 1 sampai 3 silabel. 900 kata ini terdiri dari berbagai variasi konsonan-vokal. Dengan kata lain, Jr sudah mampu meniru semua kata yang kita katakan padanya, bukan hanya sekedar terbatas 900 kata itu saja.
Bayangkan, dari perbendaharaan yang kurang dari 10 kata, Jr setelah 4 bulan terapi dapat meniru semua kata yang kita ucapkan! Betapa bersyukurnya kami:)

Tahap selanjutnya, Jr diajar untuk menyusun kata-kata menjadi kalimat sepert Subjek-Predikat, bertahap ke Subjek-Predikat-Objek dan seterusnya.

Perlu diketahui bahwa, meskipun Jr sudah bisa menirukan hampir semua yang kita ucapkan, Jr masih belum bisa diajak dialog secara verbal (minim sekali). Maksudnya, jika saya berkata, “Hai, Jr!”, Dia akan membalas, “Hai, Jr!”

Perjalanan masih jauh, ternyata …

Meniru (Imitate)

Terapi wicara yang memakai cara tradisional, cara “saya berkata dan lihat mulut saya, kemudian tirukan apa yang saya katakan” tidak akan berhasil untuk anak dengan apraksia.

Mereka sejak dari bayi melihat orang tuanya berbicara kepadanya. Melihat orang-orang sekelilingnya berbicara kepada dia. Dia tahu dan mengerti apa yang mereka katakan, tetapi anak dengan apraksia tetap tidak bisa berbicara karena mereka tidak bisa meniru!

Secara sederhana, kita dapat meminta mereka meniru tindakan kita dalam menjulurkan lidah ke kanan, ke kiri, ke atas, ke bawah, ke belakang gigi dan seterusnya. Akan kelihatan bahwa mereka tidak secara otomatis melakukan (meniru) apa yang kita lakukan.

Bukan meniru ucapan atau gerakan mulut/lidah saja, tetapi kadang anak dengan apraksia juga tidak bisa meniru hal-hal yang lain. Contohnya, kalau mereka diberi balok dan meminta meniru kita menyusun seperti kereta api atau bentuk-bentuk yang lain, kita akan menemukan bahwa mereka akan kesulitan melakukan hal yang anak lain dapat lakukan dengan mudah.

Oleh karena itu, anak dengan apraksia membutuhkan terapi dengan pendekatan multisensori, maksudnya anak dapat melihat, mendengar dan merasakan bunyi yang akan diucapkan.

Sebagai salah satu contoh, ketika mengajar anak untuk memproduksi suara ‘ma’, kita berkata kepada anak tersebut untuk merapatkan kedua bibirnya (kita juga merapatkan kedua bibir kita). Kemudian, kita berkata ‘ma’, dengan menaruh tangan kita di sebelah mulut kita, melakukan gerakan dari posisi menutup jari-jari ke posisi membuka jari-jari seperti gerakan bibir kita. Dan dengan adanya bantuan cermin, anak akan melihat dirinya ketika mengucapkan kata dan hal ini akan sangat membantu anak untuk memproduksi dengan lebih baik dan tepat.